Pencarian yang paling serius manusia sepanjang sejarah adalah pencarian Tuhan atau mencari eksistensi Tuhan yang bisa benar-benar dikenal sehingga akan bisa disembah dan dicintai dengan benar. Konsep Tuhan pada semua agama adalah sama, bahwa Dia adalah pencipta seluruh alam, mengatur segalanya dan Dia ada Pemilik Kekuatan Maha Dahsyat, kekuatan super diluar kemampuan manusia. Seluruh manusia tanpa kecuali menyadari ada sesuatu diluar dirinya yang mempunyai kekuatan luar biasa, kekuatan itu kemudian disebut Tuhan.
Karena keterbatasan manusia, maka apapun gambaran tentang Tuhan merupakan hasil dari imajinasi dan pemikirannya sehingga diseluruh dunia konsep tentang Tuhan berbeda-beda. Di dalam Islam sendiri pemahaman tentang Tuhan juga berbeda walaupun pada hakikatnya sama. Syariat yang merupakan hukum tertulis tentang agama hanya bisa menjelaskan tentang “ciri-ciri” Tuhan, kita hanya bisa diajarkan tentang nama-nama-Nya (asmaul husna), tentang sifat-sifat-Nya namun ketika sampai pembasahan kepada Dzat Allah Yang Maha Agung, maka syariat akan menjadi buntu. Guru-guru yang belajar agama hanya pada tataran lahiriah tidak bisa menjelaskan kepada kita secara memuaskan tentang Dzat Allah, maka cara yang paling mudah untuk menenangkan para murid adalah dengan argument-argumen yang menyatakan bahwa Dzat Allah tidak boleh ditanyakan sama sekali.
Kenapa demikian, karena memang syariat bukanlah ilmu yang bisa digunakan agar manusia sampai kepada Dzat Allah, syariat hanya menjelaskan kepada kita tentang konsep Ketuhanan, sifat dan namanya yang kemudian dikenal dengan ilmu Tauhid, ilmu Meng-Esa-kan Tuhan. Ilmu yang bisa mengantarkan manusia kepada Dzat Allah adalah ilmu tasawuf. Karena ilmu tasawuf sangat halus dan dikhawatirkan bisa dipahami secara keliru, maka diperlukan penyambung antara ilmu syariat dan tasawuf sebagai ilmu hakikat, penyambung itu lah ilmu tauhid.
Belajar ilmu tauhid tanpa belajar tasawuf lewat bimbingan Guru Mursyid tidak ada bedanya dengan belajar ilmu filsafat yang juga mengajarkan konsep Ketuhanan yang pada akhirnya akan berujung kepada pencarian tanpa batas atau ujung.
Di kalangan sufi, mereka tidak lagi berbicara tentang “mengenal”, tapi sudah pada tahap jatuh cinta, rindu, mabuk akan Tuhan yang kesemua itu bisa kita baca pada karya-karya sufi klasik seperti Abu Yazid al-Bisthami, Rabi’ah al-Adawiyah, Jalaludin Rumi dan lain-lain. Tidak mungkin manusia bisa sampai kepada tahap Mabuk kepada Tuhan sebelum dia benar-benar pernah meminum anggur Tuhan. Jatuh cinta secara mendalam seperti yang diungkapkan oleh para tokoh sufi hanya bisa terjadi pada orang yang sudah mengenal Tuhan secara sempurna, memandang wajah-Nya dan berkomunikasi dengan mesra lewat ibadah-ibadah yang dilakukannya setiap saat.
Bagaimana mungkin kita bisa jatuh cinta pada sosok Abstrak yang tidak dikenal sama sekali, pada sosok yang konon kabarnya berada di langit sana. Karena meyakini Tuhan berada di langit barangkali yang menyebabkan manusia setiap berdoa wajahnya memandang ke atas. Kalau kita bahas langit secara hakikat, tentu saja bukan langit yang Nampak biru ketika siang dan hitam ketika malam, karena di langit itu tidak ada apa-apa selain awan, bintang, planet dan galaksi.
Waktu saya kecil, ada seorang ulama yang sangat tidak percaya bahkan menolak dengan keras tentang kemampuan manusia sampai ke bulan. Beliau menjelaskan bahwa langit itu ada pintu dan setiap pintu di jaga oleh malaikat dengan demikian tidak mungkin orang kafir yang tidak pernah mengambil wudhuk bisa melawati pintu langit yang di jaga malaikat. Setelah saya berguru kepada seorang Auliya Allah dan melakukan suluk, baru saya paham perbedaan antara langit tempat berada arwah para Nabi dengan langit zahir yang terlihat setiap hari. Jadi langit 7 lapis yang dimaksud oleh Nabi bukanlah langit yang terlihat.
Pencarian Tuhan lewat akal pikiran dan perenungan hanya bisa membawa kita kepada keyakinan bahwa Tuhan itu memang ada di dunia ini, namun untuk bisa sampai kehadirat-Nya diperlukan seorang Master, Pembimbing yang sudah berulang kali bolak balik kesana sehingga jalan yang kita tempuh bukan jalan keliru yang membawa kita kepada kesesatan.
Tidak mungkin manusia yang tercipta bisa sampai kepada Sang Pencipta, tidak mungkin manusia yang baharu sampai kepada Allah yang Maha Qadim, kecuali lewat bimbingan para Nabi dan Para Wali yang diberi ilmu oleh Allah unuk membimbing manusia kejalan-Nya. Tujuan Tuhan menurunkan agama tidak lain agar manusia bisa mengenal dan berkomunikasi sempurna dengan Allah, sehingga manusia mengetahui dengan pasti apa sebenarnya yang dikehendaki Tuhan kepada dirinya.
Satu hal yang harus di pahami bahwa ibadah, shalat dan lain-lain bukanlah sarana untuk mengenal Allah, ibadah adalah sarana untuk menyembah-Nya, tentu saja untuk bisa menyembah terlebih dahulu kita harus mengenal yang kita sembah agar penyembahan kita tidak keliru.
Kalau sampai hari ini di dalam ibadah kita tidak menemukan getaran Ilahi, tidak berefek apa-apa pada jasmani dan rohani kita berarti adalah yang salah dalam ibadah yang kita lakukan. Agama pada hakikatnya adalah ilmu eksak, ilmu pasti bukan ilmu menduga atau mencoba-coba. Kalau Rasulullah SAW, Para sahabat bisa akrab dengan Tuhan memakai suatu ilmu tentu saja ketika kita memakai ilmu dan rumus yang sama maka hasilnya akan sama, itu PASTI.
Ketika belum sampai kepada tahap PASTI, berarti kita baru belajar agama secara zahir yang bisa dipelajari oleh siapapun karena pelajaran agama zahir merupakan pelajaran akal pikiran yang akan hilang ketika manusia meninggal dunia. Manusia harus meng-upgrade ilmu agamanya sehingga bukan hanya jasmaninya yang beragama tapi juga rohani karena nanti yang kembali kepada Allah bukanlah jasmani tapi rohani.
Ketika manusia belum mengenal Allah, dalam ibadah formal yang sangat tenang sekalipun dia tidak akan bisa mendapatkan apa-apa selain kekosongan dan kehampaan serta menduga-duga bahwa dia sedang berhadapan dengan Allah.
Ketika ilmu agamanya telah di upgrade dibawah bimbingan Guru Yang Ahli, dan ketika kita telah mengenal Tuhan dengan sebenar kenal tanpa keraguan sedikitpun, maka dimanapun kita bisa menjumpai-Nya, tidak hanya ketika melakukan ibadah formal saja, ketika menghirup segelas kopi pun akan ada wajah-Nya disana….