Monday, July 25, 2016

Kelebihan dan Manfaat Korban pada hari Raya Aidil Adha dan hari-hari tasyriq

Di dalam syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw, perintah dan larangan selalu ada dan terus berjalan kepada setiap hamba selama ruh masih bersama jasadnya. Dan selama itu pula manusia dapat menambah kedekatannya kepada Allah swt dengan melakukan perintah-perintah syariat yang mulia. Baik yang berupa kewajiban maupun yang sunnah.

Dan kesunnahan yang dilakukan si hamba inilah yang menjadi bukti keberhasilannya dan keuntungannya dalam kehidupan dunia. Sebab ibadah wajib ibarat modal seseorang, mahu tidak mahu, suka tidak suka dia harus menjalankannya, sedang amal sunnah itulah keuntungannya. Alangkah ruginya manusia jika di dunia hanya beribadah yang wajib saja atau dengan kata lain setelah bermuamalah dia kembali modal, tidak mendapat keuntungan sedikitpun. Maka ibadah sunnah ini hendaknya kita kejar, kita amalkan, sebab itulah bukti kesetiaan kita dalam mengikuti dan mencintai Rasulullah SAW, beliau saw bersabda (yang ertinya):

“Barang siapa menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, maka kelak akan berkumpul bersamaku di syurga“. (HR. As Sijizi dari Anas bin Malik, lihat Al Jami’ush Shoghir)

Bahkan dalam hadits qudsi Allah menyatakan bahwa Dia sangat cinta kepada hamba yang suka menjalankan amal-amal sunnah, sehingga manakala Dia telah mencintai hamba tersebut, Dia akan menjaga matanya, pendengarannya, tangan dan kakinya. Semua anggota tubuhnya akan terjaga dari maksiat dan pelanggaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Abu Hurairah RA.

Dari sekian banyak sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah melakukan korban, yaitu menyembelih binatang ternak, berupa unta, atau sap i(lembu) atau kambing dengan syarat dan waktu yang tertentu. Bahkan kesunnahan berkorban ini adalah sunnah muakkadah, artinya kesunnahan yang sangat ditekankan dan dianjurkan.
Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya dari Anas bin Malik, beliau berkata :

“Rasulullah SAW berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir …”

Tapi hendaknya kita mengetahui bahwa kesunnahan kurban adalah untuk umat Nabi Muhammad SAW, sedang bagi beliau justru adalah sebagai kewajiban, ini termasuk sekian banyak kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah SAW.

Pengertian korban secara terminologi syara’ tidak ada perbedaan, yaitu haiwan yang khusus disembelih pada saat Hari Raya Korban (’Idul Al-Adha 10 Dzul Hijjah) dan hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzul Hijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Dalam Islam korban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Saat itu Rasulullah keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha dan membaca khutbah `Id. Setelah itu beliau berkorban dua ekor kambing yang bertanduk dan berbulu putih.

Tradisi korban sebetulnya telah menjadi kebiasaan umat-umat terdahulu, hanya saja prosesi dan ketentuannya tidak sama persis dengan yang ada dalam syariat Rasulullah. 

Allah SWT befirman, “Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu (Muhammad) dalam urusan syariat ini. Dan serulah kepada agama Tuhanmu, sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus” (QS AI-Haj: 67).

Bahkan korban telah menjadi salah satu ritus dalam sejarah pertama manusia. Seperti dikisahkan dengan jelas dalam AI-Quran surah Al-Maidah ayat 27 mengenai prosesi korban yang dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam AS, korban diselenggarakan tiada lain sebagai refleksi syukur hamba atas segala nikmat yang dianugerahkan Tuhannya, di samping sebagai upaya taqarrub ke hadirat-Nya.

 Dalil Korban dan Keutamaan berkurban

Allah SWT berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah” (QS Al-Kautsar: 1-2). Majoriti ulama berpendapat bahawa yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat hari `Idul Adha, sedangkan yang dimaksud dengan menyembelih adalah menyembelih hewan korban.

Diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Zaid bin Arqam, bahwsanya Rasulullah saw bersabda (yang artinya):

“Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan “.
Diriwayatkan oleh imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah saw bersabda (yang artinya):

“Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “.

Rasulullah saw bersabda (yang artinya):

“Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka (berkat udhiyahnya) “. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin Ali).

Dalil dari hadits, dari Siti Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), ‘Tiada amal anak-cucu Adam pada waktu Hari Raya Korban yang lebih disukai Allah daripada mengalirkan darah (berkorban). Dan bahwasanya darah korban itu sudah mendapat tempat yang mulia di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka laksanakan korban itu dengan penuh ketulusan hati.” (HR. At Tirmidzi)
Dari Anas RA, ia berkata, “Nabi SAW mengurbankan dua ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk. Keduanya disembelih dengan kedua tangan beliau yang mulia setelah dibacakan bismillah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya yang berbarakah di atas kedua kambing tersebut:’ (HR Muslim).
Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan korban bahwasanya korban itu akan menyelamatkan pemiliknya dari kejelekan dunia dan akhirat. Beliau juga bersabda (yang artinya),

“Barang siapa telah melaksanakan korban, setelah orang itu keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan korbannya berdiri di atas kuburannya, rambut korban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut, kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, ‘Siapa kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.’
Hewan itu menjawab, “Aku adalah korbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku”. Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh”

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), “Perbesarlah korban-korban kalian, sebab korban itu akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan AshShirat menuju surga” (HR Ibnu Rif’ah).

Dalam satu riwayat disebutkan, Nabi Dawud AS pernah bertanya kepada Allah SWT tentang pahala korban yang diperoleh umat Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT menjawab, “Pahalanya adalah, Aku akan memberikan sepuluh kebajikan dari setiap satu helai rambut korban itu, akan melebur sepuluh kejelekan, dan akan mengangkat derajat mereka sebanyak sepuluh derajat. Tahukah engkau, wahai Daud, bahwa korban-korban itu adalah kendaraankendaraan bagi mereka di hari kiamat nanti, dan korban-korban itu pula yang menjadi penebus kesalahan-kesalahan mereka.”

Sayyidina Ali RA berkata, “Apabila seorang hamba telah berkorban, setiap tetesan darah korban itu akan menjadi penebus dosanya di dunia dan setiap rambut dari korban itu tercatat sebagai satu kebajikan baginya”.
 Hikmah yang bisa kita ambil dari korban adalah:

Pertama, untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim dengan digagalkannya penyembelihan putranya, Ismail AS, yang ditebus dengan seekor kambing dari surga.

Kedua, untuk membagi-bagikan rizqi yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia saat Hari Raya ‘Idul Adha, yang memang menjadi hari membahagiakan bagi umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan seperti yang lainnya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW  (ertinya): “Hari Raya Korban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” (HR. Muslim)

Ketiga, untuk memperbanyak rizqi bagi orang yang berkorban, karena setiap hamba yang menafkahkan hartanya di jalan Allah akan mendapatkan balasan berlipat ganda.

Kisah Sayyiduna Abdullah bin Abdul Mutthalib

Dalam Islam, korban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghu bungkan makhluk dengan Allah, Pencipta alam semesta. Korban bukan sekadar ritus penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang tidak mampu. la pun memiliki dimensi sosial. Korban juga memiliki akar sejarah yang demikian kuat dan memiliki posisi vital di tengah-tengah masyarakat.

Berhubungan dengan sejarah korban seperti yang umum diketahui oleh umat Islam tentang awalnya syariat korban diturunkan, ada satu kisah yang menarik dari Rasulullah sehingga beliau menyatakan dirinya sebagai anak dua sembelihan.

Kisahnya ketika Abdullah bin Abdul Muthalib belum dilahirkan. Ayahnya, Abdul Muthalib, pernah bernazar bahwa, jika anaknya laki-laki sudah berjumlah sepuluh orang, salah seorang di antara mereka akan dijadikan korban.
Setelah istri Abdul Muthalib melahirkan lagi anak laki-laki, genaplah anak laki-lakinya sepuluh orang. Anak laki-laki yang kesepuluh itu tidaklah diberi nama dengan nama-nama yang biasa, tapi diberi nama dengan nama yang arti dan maksudnya berlainan sekali, yaitu dengan nama “Abdullah”, yang artinya “hamba Allah”.

Selanjutnya setelah Abdullah berumur beberapa tahun, ayahnya, Abdul Muthalib, belum juga menyempurnakan nazarnya. Pada suatu hari dia mendapat tanda-tanda yang tidak tersangkasangka datangnya yang menyuruhnya supaya menyempurnakan nazarnya. Oleh sebab itu bulatlah keinginannya agar salah seorang di antara anak laki-lakinya dijadikan korban dengan cara disembelih.

Sebelum pengurbanan itu dilaksanakan, dia lebih dulu mengumpulkan semua anak laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian jatuh pada diri Abdullah, padahal Abdullah adalah anak yang paling muda, yang paling bagus wajahnya dan yang paling disayangi dan dicintai. Tetapi apa boleh buat, kenyataannya undian jatuh padanya, dan itu harus dilaksanakan.
Seketika tersiar kabar di seluruh kota Makkah bahwa Abdul Mutthalib hendak mengurbankan anaknya yang paling muda. Maka datanglah seorang kepala agama, penjaga Ka’bah, menemui Abdul Mutthalib, untuk menghalang-halangi apa yang akan diperbuat Abdul Mutthalib.

Kepala agama itu memperingatkan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Jika hal itu sampai dilaksanakan, sudah tentu kelak akan dicontoh oleh orang banyak, karena Abdul Muthalib adalah seorang wali negeri pada masa itu dan dia mempunyai pengaruh yang sangat besar di kota Makkah. Oleh sebab itu, apa yang akan dilakukannya tentu akan jadi panutan bagi warga lain. Si pemuka agama ini mengusulkan agar nazar tersebut diganti saja dengan menyembelih seratus ekor unta.

Berhubung kepala agama penjaga Masjidil Haram telah memperkenankan bahwa nazar Abdul Muthalib cukup ditebus dengan seratus ekor unta, disembelihlah oleh Abdul Muthallib seratus ekor unta di muka Ka’bah. Dengan demikian Abdullah urung jadi korban.

Karena peristiwa itu pada waktu Nabi SAW telah beberapa tahun lamanya menjadi utusan Allah, Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), “Aku anak laki-laki dari dua orang yang disembelih.” Maksud Rasulullah, beliau adalah keturunan dari Nabi Ismail AS, yang juga akan disembelih tapi lalu diganti Allah dengan kibas, dan anak Abdullah, yang juga akan disembelih tapi kemudian diganti dengan seratus ekor unta.

Pengorbanan Nabi Allah Ibrahim AS amat tinggi disisi ALLAH SWT melalui peristiwa arahan ALLAH SWT kepada Baginda menyembileh putra kesayangannya Nabi Ismail AS kedua-dua ayahanda dan anakanda saling memberi semangat masing-masing terhadap arahan ALLAH SWT ketika upacara penyembilihan ini, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya: "Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan."Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok dunia.

Yang Mulia Tuan Guru Haji Ghulam Hassan Al Bikangi guru kita ini tidak pernah ketinggalan melaksanakan korban sapi setiap tahun dan beliau menganjurkan orang ramai untuk berkorban setiap tahun dan amalan ini diteruskan sehingga ke hari ini oleh pewaris beliau Yang Mulia Tuan Haji Abdul Rahim Al-Hassaniyyah serta isteri beliau Yang Mulia Puan Hajjah Asna Al Hassaniyyah yang telah mendapat didikan terus dari beliau.

Sumber info fadilat korban: Website Al Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad Al ‘Aydrus

Gambar-gambar sekitar upacara Korban yang dilaksanakan dibawah anjuran Yang Mulia Tuan Guru Haji Abdul Rahim Al Hassaniyyah dan isteri beliau Yang Mulia Puan Hajjah Asna Al-Hassaniyyah di Kampung Babusalam, Semporna, Sabah pada Hari Raya Aidul Adha 1436 /2015.